Baru saja diingatkan Facebook tentang tulisan umi sebulan sebelum kepergiannya, tentang kematian.
Lalu, berkelebat lirik nasyid yang saya dengar ketika kecil, dari Suara Persaudaraan kalau tidak salah
“Berbekallah untuk hari yang sudah pasti
Sungguh kematian adalah muara manusia
Relakah dirimu menyertai segolongan orang
Mereka membawa bekal sedangkan tanganmu hampa”
Pagi ini rasanya lirik ini ngena banget, sampai sesak. Saya benar-benar tidak tahu bekal apa yang jadi andalan saya. Sungguh belum cukup, Rabbanaa.
Padahal ia datang tanpa kau duga, kapan saja di mana saja. Mengapa tidak senantiasa kau bersiap, Kar?