Menemukan Zayn

Salah satu momen paling senang dikenang pada saat menengok Salma dan Bang Izza sekeluarga kemarin adalah perjalanan hari Selasa, 19 Februari. Dimulai dengan jalan ke Eyupsultan, naik cable car, lihat pemandangan Bosphorus yang memanjakan mata, juga makam-makam berundak.

Lalu kami ke daerah Taksim, dengan Tünel alias jalur subway paling tua kedua di dunia (yang tertua London Underground), dari stasiun Karaköy ke Beyöglu. Saya baru ngeh kalau Galata Tower, titik tertingginya Istanbul ada di daerah ini. Dekat Galata Tower ada musisi jalanan sedang beraksi.

Kami saksikan sebentar, sebelum lanjut menuju Taksim Square. Sepanjang perjalanan ada toko-toko suvenir, tapi berhubung episode mencari oleh-oleh sudah kami tuntaskan di hari-hari sebelumnya, kami gak banyak beli-beli. Hanya saja karena menemukan kelemahan saya di sini (baca: postcard) jadi ada yang kebeli juga. Ah ya, sama teh apel bubuk yang lama saya cari dan coklat batu titipan teteh.

Panjangnya daerah Taksim membuat kami merasa perlu isi bensin. Singgahlah kami di Tramvay Cafe. Tempatnya nyaman, pelayannya baik, dan akhirnya kami punya foto berdua setelah minta tolong pelayan membekukan kebersamaan kami. Saya pesan Izgara Köfte, Salma pesan Fish and Chips. Kami berdua sama-sama pesan Vanilla Latte untuk menyegarkan siang kami.

Setelah makan, kami kembali menyesapi suasana Taksim, sebelum akhirnya memutuskan untuk segera lanjut ke Eminönü.

Kami berjalan menyebrangi Galata Bridge. Banyak orang sedang menikmati hobi memancingnya di sana.

Nah, sampai di Eminönü bau ikan begitu kental, memang di sana tempatnya ikan-ikan segar. Kami menikmati suasana pelabuhan sambil duduk di semacam tribun tempat banyak orang lain duduk menikmati kudapan. Chestnut yang kami beli siang hari sudah dingin tapi tetap kami nikmati sambil mengamati situasi.

Pada momen ini saya mengamati orang-orang yang sedang sendiri. Yang tenang menikmati waktu sendirinya, memakan kudapan sambil menatap ke depan, melihat apapun yang lalu lalang. Entah apa yang ada di pikiran mereka, tapi pemandangan seperti itu dapat memberi rasa hangat di hati.

Kami lalu menunggu lebih dekat ke Bosphorus. Ada dua orang lelaki berbincang sambil mabuk, ada sepasang muda-mudi, ada keluarga berhenti untuk foto lalu berjalan kembali.

Pukul 17 kami masuk ke ruang tunggu, dengan satu tujuan. Üsküdar. Menyebrang dari bagian Eropa ke bagian Asia Istanbul.

Di atas kapal, matahari mulai undur diri. Burung seagull terbang rendah, dekat sekali dengan kami. Sesekali kami berbincang dengan turis dari Amerika yang sedang transit sehari di kota ini. Masya Allah Tabarakallah, indah sekali suasananya, pemandangannya. Saya lalu teringat dengan Zayn, tokoh rekaan yang saya buat pada cerita Di Tepi Bosporus. Ada momen ketika Zayn galau harus bersaing dengan Fadlan dan dia menyebrang Eminönü-Üsküdar untuk kontemplasi dan ambil foto-foto sunset. Nah, ketika kami sampai di Üsküdar, langit sedang indah-indahnya. Banyak orang mengabadikan kemilaunya, dan di depan saya ada seorang Bapak, tampaknya seorang fotografer, mengambil momen itu dengan tenang. Iseng saya ambil foto Sang Bapak dari belakang. Setelah saya lihat hasilnya, persis seperti Zayn yang saya bayangkan. Tampak belakang Si Bapak mirip anak muda, dan gayanya menurut saya pas aja menggambarkan Zayn, hehe.

Setelah hampir beku di luar, Salma bilang ada kafe dengan interior lucu dekat situ. Mim kahve. Salma sempat lihat lokasinya di maps sebentar sebelum baterai hpnya habis. Kami coba jalan ke satu arah, daan ketemu. Memang nyaman banget sih kafenya, dengan pemandangan cahaya-cahaya lampu yang berpendar seperti sedang berpesta.

Kami berbincang panjang, topik utamanya, keluarga. Minumannya enak, makanannya saya kurang menikmati karena saya masih merasa kenyang.

Usai bincang panjang kami merasa sudah waktunya pulang. Dengan Marmaray, semacam metro bawah laut, kami menuju stasiun Yenikapı. Dari stasiun ini, kami lanjut dengan metro ke Yenibosna. Di stasiun kami beli kopi sachet kesukaan Kak Anit, Kahve Dunyasi, lalu naik bus ke Halkalı.

Melelahkan tapi sangat menyenangkan. Kalau bisa memilih, saya ingin memori ini tersimpan lama-lama. Agar suatu saat ada senyum tersemat saat saya teringat.