Delapan

Feels like blogging. Dari hape, semoga berhasil.

Pada percakapan sebelum tidur dengan suami barusan, saya tiba-tiba teringat akan delapan tahun silam. Malam ini, delapan tahun silam saya tidur cepat, enggan berfikir tentang apapun, termasuk enggan merasakan gugup yang datang dan pergi. Kenapa mesti gugup? Karena esoknya adalah hari si calon suami menjadi suami. Hari pertama saya menjadi istri. 

Saya: “Kamu inget gak malam ini 8 tahun lalu jam segini kamu udah tidur apa belum?”

Suami: “gak inget”

Hehe. Saya ingat dan saya jadi rindu. (Ini diksi rindu ketularan Milea kayaknya hehe). Kangen umi. Saya jadi ingat betapa umi mencurahkan, menyiapkan, dan mengorbankan banyak sekali demi mengurus pernikahan saya. Terima kasih ya mi. Lagi dan lagi. 

Saya kalau lagi kangen bawaannya mau nulis. Entah di blog ini, entah di jurnal. Kangen aja terus ya biar produktif hehe. 

Bicara tentang umi saya jadi ingat hari terakhir saya berbincang dengan umi. Waktu itu Jumat pagi, kami tersambung via telpon. Adik-adik sudah berangkat sekolah, kecuali Abdullah yang lagi urung sekolah. Umi minta bicara dengan Abdullah. Itu sebelum umi masuk GSP untuk menghadiri wisuda.

Siangnya umi kembali menelpon. Saya tanya “Gimana mi rasanya hadir ke wisuda anak umi?” “Hehe.. Alhamdulillah,” jawab umi.”Tinggal ke wisuda anak perempuan umi nih. Nanti insya Allah bareng umi ya Kak wisudanya.” Waktu itu memang umi baru merampungkan tesisnya, sedang bersiap untuk sidang. 

Waw, sudah ganti hari. Sudah 25 Januari. Hamdalah 8 tahun bersama menuju selamanya. Aamiin. Tadi suami tanya saya, sudah nulis belum? Maksudnya nulis 8 hal yang saya suka dari dia. Saya bilang belum. Terus dia nanya lagi sudah beli kado atau belum. Gak saya jawab karena jawabannya sudah. Suami rikues bukunya Marie Kondo dan sudah saya pesan online, Sabtu lalu paketnya sampai. Hamdalah. Semoga berkah.

~Rabbanaa hablanaa min azwaajina wa dzurriyyatinaa qurrata a’yun waj’alna lil muttaqiina imaama~

Leave a comment